Teks Hadits & Terjemahan
عَنْ أَمِيرِ الْمُؤْمِنِينَ أَبِي حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ يَقُولُ: «إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ» (متفق عليه)
Terjemahan: Dari Amirul Mukminin, Abu Hafsh Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: "Sesungguhnya amal perbuatan itu bergantung pada niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan. Barang siapa hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barang siapa hijrahnya untuk dunia yang ingin ia peroleh atau karena seorang wanita yang ingin ia nikahi, maka hijrahnya kepada apa yang ia tuju." (HR. Bukhari dan Muslim)
Tinjauan Sanad Hadits
Hadits ini termasuk hadits yang muttafaqun ‘alaih (disepakati oleh Imam Bukhari dan Muslim), sehingga statusnya sangat shahih dan menjadi dasar utama dalam Islam.
Beberapa ulama hadits meninjau sanad hadits ini:
- Imam Bukhari meriwayatkannya dalam kitab Bad’ul Wahyi dan Kitab An-Niyyah.
- Imam Muslim meriwayatkannya dalam Kitab Imarah.
- Imam An-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim menyatakan bahwa hadits ini adalah salah satu pilar utama Islam.
- Ibnu Rajab Al-Hanbali dalam Jami’ul ‘Ulum wal Hikam menyebutkan bahwa hadits ini adalah salah satu dari empat hadits yang menjadi landasan Islam.
Dari sisi perawi:
- Hadits ini diriwayatkan oleh Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu dan hanya diriwayatkan melalui satu jalur, yaitu dari Alqamah bin Waqqash yang kemudian diriwayatkan oleh Muhammad bin Ibrahim At-Taimi lalu oleh Yahya bin Sa’id Al-Anshari.
- Meski jalurnya tunggal (gharib mutlaq), tetapi karena diterima oleh para imam hadits dan menjadi dasar hukum Islam, hadits ini tetap sangat kuat dan shahih.
Syarah Hadits
Hadits ini menunjukkan bahwa niat adalah asas diterimanya amal dalam Islam. Dua ulama besar, Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah dan Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah, menjelaskan makna hadits ini dengan pendekatan yang berbeda, namun saling melengkapi.
Makna Niat dalam Islam
- Syaikh Al-Fauzan menjelaskan bahwa niat membedakan antara ibadah dan kebiasaan. Contohnya, seseorang yang mandi bisa diniatkan untuk bersuci sebelum shalat atau sekadar menyegarkan badan.
- Syaikh Ibnu Utsaimin menambahkan bahwa niat juga menentukan pahala. Amal yang tampak sama bisa bernilai besar atau tidak bernilai sama sekali tergantung niatnya.
Keutamaan Ikhlas dalam Beramal
- Syaikh Al-Fauzan menekankan bahwa niat harus murni karena Allah agar amal diterima.
- Syaikh Ibnu Utsaimin menjelaskan tingkatan niat:
- Ikhlas karena Allah → Amal diterima dan berpahala.
- Niat bercampur dunia → Amal tetap sah, tetapi pahalanya berkurang.
- Murni karena dunia → Tidak mendapatkan pahala di akhirat.
Contoh Aplikasi Niat dalam Kehidupan
- Shalat: Jika seseorang shalat karena Allah, ia mendapatkan pahala. Jika shalatnya untuk dipuji, maka sia-sia.
- Hijrah: Hijrah karena Allah berbeda dengan hijrah demi kepentingan duniawi.
Kesimpulan
- Syaikh Al-Fauzan lebih menekankan aspek hukum dan tauhid dalam niat.
- Syaikh Ibnu Utsaimin lebih mendalam dalam analisis bahasa dan tingkatan niat.
- Keduanya sepakat bahwa niat adalah syarat utama diterimanya amal dalam Islam.
Pelajaran yang Bisa Diambil
✅ Niat menentukan pahala dalam setiap amal. ✅ Ikhlas adalah kunci diterimanya ibadah. ✅ Beramal tanpa niat yang benar bisa sia-sia.
Demikian pembahasan ringkas hadits pertama dari Kitab Arba’in An-Nawawiyyah dengan pendekatan penggabungan serta tinjauan sanad hadits. Semoga bermanfaat dan menambah pemahaman kita tentang pentingnya niat dalam Islam. Wallahu a’lam.