Artikel ini akan membahas hukum puasa Syawal tidak berurutan, dilengkapi dengan penjelasan fikih, dalil, dan fatwa para ulama.
Dalil Anjuran Puasa Syawal
Nabi ﷺ bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ، كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
"Barang siapa yang berpuasa Ramadhan lalu diikuti dengan enam hari dari Syawal, maka seakan-akan ia berpuasa sepanjang tahun." (HR. Muslim no. 1164)
Hadits ini menunjukkan keutamaan besar dari puasa enam hari di bulan Syawal.
Apakah Harus Berurutan?
Para ulama sepakat bahwa puasa Syawal tidak disyaratkan harus berurutan. Artinya, boleh dilakukan terpisah-pisah selama masih dalam bulan Syawal.
Fatwa Syaikh Ibn Bāz rahimahullāh:
“Puasa enam hari di bulan Syawal tidak harus dilakukan secara berurutan. Boleh dilakukan secara terpisah di sepanjang bulan, dan boleh juga berturut-turut. Keduanya sah, alhamdulillah.” (Majmū’ Fatāwā Ibn Bāz, 15/391)
Fatwa Lajnah Dā’imah:
“Tidak wajib berurutan dalam pelaksanaan puasa enam hari Syawal. Boleh berurutan dan boleh dipisah-pisah.” (Fatāwā al-Lajnah ad-Dā’imah, 10/391)
Keutamaan Tetap Didapat Meski Tidak Berurutan
Yang penting adalah jumlahnya genap enam hari di bulan Syawal, dan dilakukan setelah sempurna puasa Ramadhan (termasuk qadha’ jika ada).
Syaikh al-‘Utsaimīn rahimahullāh menjelaskan:
“Yang dimaksud dengan mengikuti (ثُمَّ أَتْبَعَهُ) dalam hadits tidak mensyaratkan harus langsung setelah Ramadhan secara berturut-turut. Yang penting adalah puasa enam hari dalam bulan Syawal.” (Asy-Syarh al-Mumti’, 6/465)